dari Warung ke Warung

“Di Poncol, setiap rumah punya warung, siapa jadi pembelinya?“ tanya kawan dari Pejompongan. Padahal, meski berhimpit, setiap warung punya kekhususan. Dari Kebalen, Maya melanggan warung Adwa dan warung Aceh. Di Poncol, dua warung ini terletak berseberangan, dan punya dagangan sama tanpa selisih harga. Bedanya, warung Aceh, boleh belanja via WhatsApp, kalau transaksi mencapai 80 ribu, belanjaan bisa diantar ke rumah. Sementara, keunggulan warung Adwa, saat yang lain baru buka pukul 08.00 pagi, dia sudah siaga melayani pukul 06.30, kadang malah sejak pukul 06.00.

Semasa kecil, periode 1990, saya dan Maya, melanggan Warung Pak Haji. Sepeninggalnya, kami menyebut Warung Mpok Ncum, namun periode 2010, sebuah spanduk rokok menyebutnya Warung Tanjakan. Ada lagi, tempat belanja lain, yang kami sebut Warung Atas. Kedua warung ini milik keluarga Betawi dan berada di Kebalen. Mereka menjual kebutuhan harian, seperti beras, mentega, krupuk, telor, dan kecap. Bedanya, Warung Pak Haji punya banyak persediaan, Warung Atas lebih update pada perkembangan produk. Misalnya, pembalut bersayap dan susu full cream, kala itu, daripada Warung Pak Haji, lebih pasti ada di Warung Atas. 

Periode 2000an, saya kerap ke Warung Padang dan Warung Batak. Keduanya ada di Poncol. Warung Padang ini andalan banyak orang belanja grosir, boleh juga mengecer, dan cuma dia yang sedia capucino sachet berbonus bubuk coklat. Tapi, kalau cuma beli satu sachet, jadi terhitung jauh. Dari segi jarak, sebenarnya, Warung Batak paling dekat dengan rumah. Tapi, kecuali obat nyamuk, mie instan, biskuit, dan kopi, dia yang paling kurang menjawab kebutuhan rumah. Orang ke sini untuk beli minuman, sambil mengeteng rokok. Dibanding yang lain, Warung Batak tutup paling malam. 

Di lingkungan kami, ukuran belanja grosir tak sebesar di pasar induk. Pembelanjanya adalah pedagang eceran dan konsumen akhir. Kalau ada kesempatan, Maya akan memilih belanja ke Warung Gangsar di pasar Rengas. Di warung ini, minimal belanja harus dua renceng atau 20 sachet. Dengan begini, susu coklat kesukaan anak-anak jadi lebih murah. Dalam dekade terakhir, produk kemasan sachet memang lebih populer. Dulu, produk tersedia dalam kemasan karton, botol, dan kaleng. Perubahan ini mungkin karena pertambahan jumlah pencari nafkah harian dan penghuni kost yang bekerja di gedung-gedung baru di Gatot Subroto, Sudirman, juga rumah-rumah makan di Senopati. Daya beli mengubah bahan dan ukuran kemasan produk.

Teks: Rika Febriyani

Narator dan Foto: Maya Agustina

#akamsisenopati

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: