Daging kambing datang tidak sendiri. Ia diantar Kamari, penjual sate. Tapi mama tidak doyan, prengus. Jadi, kami cuma beli 5 tusuk, bersama 20 tusuk sate ayam. Kalau makan di luar rumah, segala yang kambing juga diabaikan. Di etalase gerobak, potongan daging tertusuk tampil bertumpuk. Sate kambing ditusuk bambu yang lebih pipih, warnanya merah, sering dilekati gumpalan putih. Kata mama, itu gajih, lemak. Sate kambing, kami santap dengan sambal kecap. Sementara, yang ayam dengan saus kacang. Dua menu andalan keluarga ini, Kamari hafal betul. 2018, dua tahun setelah mama wafat, Kamari menyusul. Tapi, gerobaknya tetap eksis.Mutaqin, anaknya, yang pegang kendali. Seperti bapaknya, selesai keliling komplek, ia akan mangkal di mulut jalan Kebalen 2, memberi pilihan menu makan malam.
Teks: Rika Febriyani
Foto dan pendukung informasi: Maya Agustina
#akamsisenopati
