Bye Tansil

Orang bilang ini rumah Eddy Tansil. Lihat langit-langitnya. Artistik, bukan? Desainnya minimalis. Temboknya gak retak meski sering kebanjiran. Dan, selayaknya orang kaya, ada kolam di belakang.

Tahun 2013, saya punya kamera baru. Wijaya Timur dan Pulo Raya jadi tempat belajar memotret. Di sana ada banyak kontradiksi. Misalnya, Honda Jazz parkir di depan atap yang mau melorot, bangunan pendek yang terasnya ditinggikan untuk mebel Jepara, dan perahu karet di halaman yang penuh pot tanaman hijau. Tak satu – dua pagar dan pintu yang jebol. Di dalamnya sering ada perabot yang kelihatan pernah mewah.

Di garasi rumah Eddy Tansil, ada gerobak ayam goreng. Di ruang depan, ada seorang laki-laki membaca koran Kompas. Dia mempersilahkan saya dengan baik. Sambil memotret-motret, saya bertanya dimana dia tinggal dan apa yang dilakukannya di sini. Rumah itu bersih dan terang, isinya sedikit. Saya ingat ada sangkar burung kicau, jemuran, dan samsak tinju.

Laki-laki itu mungkin seorang penulis. Sepanjang waktu ia duduk di depan meja. Temannya adalah tumpukkan koran, majalah, dan kertas-kertas. Kalau sedang kesal, ia akan bermain tinju. Kalau kesepian, tinggal menyimak kicauan burung. Kalau butuh hiburan, bisa menyalakan radio. Tapi kenapa ada cermin? Apakah dia juga seorang pemangkas rambut? ***

Teks dan foto: Rika Febriyani.

#akamsisenopati

One thought on “Bye Tansil

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: