“Kejadian lagi. Dulu, evakuasi adik sama bayi pertamanya. Sekarang, sama bayinya yang kedua”. Dulu, tahun 2007, Pepen nekat berenang menerjang banjir. Tahun ini, ia dapat pinjaman perahu karet.
Orang Kebalen, Poncol, dan Rengas, punya memori tertentu pada banjir. “Kebalen memang banjir melulu, tapi banjir besar pertama tahun 1996”. Demikian, ada yang merasa itu terjadi tahun 1997, atau malah 1998. Tahun ini, bagi saya, adalah banjir terbesar. Tinggi air sampai lewat pagar rumah. Tapi, menurut Pepen, tahun 2007 yang terbesar. “Tahun ini ketinggian air sampai dua anak tangga paling atas. Tahun 2007, satu anak tangga”.
Dari tempat tinggal Pepen di Poncol, tempat tinggi terdekat adalah tanjakan Kebalen V. Untuk tiba di situ, orang harus lewat jembatan yang terbenam oleh luapan air Kali Krukut. Alirannya juga deras. “Gue berenang sebisanya” kenangnya tentang 2007. Sebuah perahu karet pernah terbalik saat melintas jembatan. Itu terjadi saat banjir 2002. Puji syukur, semua penumpang yang dievakuasi bisa diselamatkan lagi.
Setiap banjir, tanjakan Kebalen V berubah jadi dermaga. Orang hilir mudik cari bantuan, informasi beredar dari mulut ke mulut, perahu-perahu datang dan pergi, kendaraan roda dua parkir berdesakan. Damkar, Polisi, Wanadri, dan berbagai tim relawan adalah institusi yang biasa aktif. Tak sedikit individu datang dengan perahu karet untuk menolong keluarga dan tetangga. Ada juga regu khusus yang turun karena permintaan, misalnya pasukan Katak. Tahun 2007, Pepen mengontak mereka untuk menyelamatkan adiknya.
Juga, di tahun 2007, mama saya dievakuasi lewat genteng. Seharian, ia memilih tinggal sambil berharap air segera surut. Padahal yang terjadi sebaliknya, banjir makin naik. Tim evakuasi, yang tak saya tahu dari institusi apa, berhasil mengantarnya ke tanjakan Kebalen V.***
Narator utama: Pepen Ki Pepen
Sumber foto: tetangga Pepen di Poncol
Teks: Rika Febriyani
#akamsisenopati