Ada dua alasan Vierdellana hijrah ke Bintaro. Pertama, jaringan sosial. “Teman-teman di Kebalen kebanyakan dari jaman sekolah. Sekarang ini, mereka sedang kuliah, aku gak tahu mau bikin apa sama mereka”. Sebaliknya, di tempat bermukim baru, lebih banyak orang yang nyambung dengan fase hidup saat ini, “di Bintaro, aku banyak ketemu orang-orang se-profesi dan itu bisa bikin aku meroket lebih cepat”.
Vier kenal Bintaro sejak kerja di suatu kafe. Sebenarnya, inspirasi menjadi barista mungkin diperoleh dari Senopati. Sejak ia lahir, 20 tahun lalu, satu demi satu rumah-rumah di sepanjang jalan itu beralih menjadi kafe dan restoran. Kini hampir tiap malam parkirannya dijejali mobil-mobil mewah. Tapi, meski tercatat sebagai warga sekitar, bukan di situ Vier mendapat tempat.
Di Bintaro, kafe tempatnya bekerja meluaskan pergaulan dan menguak kecintaan pada musik. Vier pun beralih profesi. Bersama teman, ia membuat grup beraliran jazz-pop. Ia juga pindah kerja ke sekolah musik. Selama PSBB, bandnya, jazzydelana, banyak membuat cover via Instagram dan ngamen online pakai Go-Pay.
Untuk generasi seusia Vier, Senopati relatif tak terjangkau, baik karena daya beli maupun tingkat kemahiran. Inilah alasan kedua kepindahannya, meski masih suka menginap di rumah keluarga. Bagi Vier, kafe adalah ‘pusat bisnis’ setelah studio. Harga makan dan minum jadi penting, “50 ribu itu di Senopati cuma dapat minum segelas, mau dapat Malioboro mesti nambah 10 ribu. Di Bintaro bisa dapat kopi, roti, dan kentang goreng”. Setelah itu, sebagai pemusik yang masih ‘piyik’, justru di kampung sendiri daya saingnya terbilang lemah. “Belum dapat koneksi sih di Senopati. Lagipula juga Senopati itu kan high-class, saingannya juga pasti lebih susah. Kayaknya band-ku belum bisa tampil di sana”.
Demikian, sejak SMA, ia mem-branding diri sebagai ‘Vier Kebalen’ dan ini masih dikenal dengan baik. Teman-teman senang mendengarkan cerita tentang orang-orang Kebalen yang tidak biasa. “Orang-orang Kebalen itu lucu-lucu… pas lebaran ada tetangga pasang speaker gede-gede, bikin takbiran sendiri, terus sholat sendiri.. ada bapak-bapak ngomel gara-gara gue tolak pinggang di gang Kebalen 7, ‘Jakarta sempit, Neng’, sambil nekat nurunin tangan gue…. hahahaha”.
Nah, terus, kalau di Bintaro? “Ya, gak ada apa-apa. Ya, udah Bintaro gitu aja”. Lalu, lalu, lalu, apakah….?
#akamsisenopati
(Obrolan berlangsung via IG Live @rika10999)
Teks: Rika Febriyani
Narator dan Foto: Vierdellana
